Pengaruh
Faktor Lingkungan Pada Perkembangan dan Gangguan Bicara-Bahasa Anak
Faktor
lingkungan sangat berpengaruh dalam tumbuh dan berkembangannya anak. Selain
faktor genetik dan host, perkembangan bahasa dan gangguan bicara dan bahasa
sangat dipengaruhi berbagai faktor lingkungan.
- Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.
- Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya.
- Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.
- Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan.
- Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak berada dibawah tingkat kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini.
- Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal yang normal.
- Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih mengkhususkan hal ini bahwa dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk tes intelegensi nonverbal. Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.
- Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk SLI dan penempatan-penempatan faktor lain dengan melihat “outcome” anak-anak sekolah yang ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir dengan segera. Anak-anak dari populasi ini diketahui memiliki risiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g) atau mengalami respiratori distres.
- Menurut Resnick, Rice, Spitz O’Brien dan Siegel Tomblin, sebagian besar literatur menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.
- Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz, Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.
- Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.
·
· Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa
variabel-variabel lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang
dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin, Tomblin dan
Hardy faktor permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan
perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan
Tomblin menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu faktor
risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut
Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan
faktor risiko yang harus diperhitungkan.
·
· Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya
model risiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih
akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut
adalah efek komulatif dari risiko yang multipel.
·
· Dalam suatu model penelitian dari Sameroff
menunjukkan beberapa faktor risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah:
masalah-masalah kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam
mengasuh anak, hubungan ibu-anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari
menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan dalam
pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan
tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.
·
· Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah
rangkaian individu yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun
dan sebagian besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun.
Selain itu, jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko
kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada
umur 13 dengan varians 61%.
·
· Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper,
Burchinal, Roberts, Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang
menggunakan model risiko komulatif untuk memprediksi kemampuan kognitif dan
bahasa pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah
pada populasi Afrika Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari
10 faktor-faktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari
Sameroff berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah
atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh
tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu,
kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.
·
· Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga
dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan.
Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup
merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa pada
bayi. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan
varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.
·
· Evans dan English menyajikan fakta-fakta
bahwa anak-anak dengan orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor
risiko lingkungan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan
menengah. Mereka memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan,
pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab
stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan
faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.
·
· Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang
miskin, mereka menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan
penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61%
keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini
menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah
terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan
menengah dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.
·
· Sampai saat ini penelitian-penelitian terus
mempelajari tentang perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya
dan latar-belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari
perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.
·
· Robertson membandingkan kemampuan fonologi
anak TK dari keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan
bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada
rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan
terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak dari keluarga kemampuan
bahasa baik.
·
· Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan
antara prestasi yang buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai
prestasi anak-anak pada beberapa tugas-tugas fonologi. Suatu usaha untuk
menjelaskan keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah.
·
· Hart and Risley
mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada anak-anak dengan
latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun pertama
kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang
kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka
atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin
perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan
kemampuan bahasa yang lebih tinggi.
Empat Dasar Gaya Komunikasi
1. KOMUNIKASI PASIF adalah gaya di mana individu telah mengembangkan
pola menghindari mengungkapkan pendapat atau perasaan, melindungi hak-hak
mereka, dan mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan mereka. Komunikasi pasif
biasanya lahir dari rendah diri. Orang-orang ini percaya: "Aku tidak layak
mengurus."
Akibatnya, individu
pasif tidak merespon terang-terangan terhadap situasi menyakitkan atau
kemarahan-merangsang. Sebaliknya, mereka memungkinkan keluhan dan gangguan
untuk me-mount, biasanya tidak menyadari membangun. Tapi begitu mereka telah
mencapai toleransi tinggi ambang batas untuk perilaku tidak dapat diterima,
mereka rentan terhadap ledakan bahan peledak, yang biasanya tidak sesuai dengan
kejadian memicu. Setelah ledakan, bagaimanapun, mereka merasa malu, bersalah, dan
kebingungan, sehingga mereka kembali menjadi pasif.
Pasif
komunikator sering akan:
- Gagal untuk
menegaskan sendiri
- Memungkinkan orang lain untuk sengaja atau tidak sengaja melanggar hak-hak mereka
- Gagal untuk mengungkapkan perasaan mereka, kebutuhan, atau pendapat
- Cenderung berbicara lembut atau meminta maaf
- Pameran miskin kontak mata dan postur tubuh yang merosot
- Memungkinkan orang lain untuk sengaja atau tidak sengaja melanggar hak-hak mereka
- Gagal untuk mengungkapkan perasaan mereka, kebutuhan, atau pendapat
- Cenderung berbicara lembut atau meminta maaf
- Pameran miskin kontak mata dan postur tubuh yang merosot
Dampak dari
pola komunikasi pasif adalah bahwa orang-orang ini:
- Sering merasa
cemas karena hidup tampaknya di luar kendali mereka
- Sering merasa tertekan karena merasa terjebak dan putus asa
- Sering merasa kesal (tapi tidak menyadari hal itu) karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi
- Sering merasa bingung karena mereka mengabaikan perasaan mereka sendiri
- Tidak dapat matang karena masalah-masalah nyata yang pernah ditangani
- Sering merasa tertekan karena merasa terjebak dan putus asa
- Sering merasa kesal (tapi tidak menyadari hal itu) karena kebutuhan mereka tidak terpenuhi
- Sering merasa bingung karena mereka mengabaikan perasaan mereka sendiri
- Tidak dapat matang karena masalah-masalah nyata yang pernah ditangani
Seorang
komunikator pasif akan berkata, percaya, atau berperilaku seperti:
- "Saya tidak
dapat membela hak-hak saya."
- "Saya tidak tahu apa hak-hak saya."
- "Saya mendapatkan menginjak oleh semua orang."
- "Aku lemah dan tidak mampu mengurus diri sendiri."
- "Orang-orang tidak pernah mempertimbangkan perasaan saya."
- "Saya tidak tahu apa hak-hak saya."
- "Saya mendapatkan menginjak oleh semua orang."
- "Aku lemah dan tidak mampu mengurus diri sendiri."
- "Orang-orang tidak pernah mempertimbangkan perasaan saya."
2. KOMUNIKASI AGRESIF adalah gaya di mana individu mengekspresikan
perasaan dan pendapat mereka dan advokasi untuk kebutuhan mereka dengan cara
yang melanggar hak-hak orang lain. Dengan demikian, komunikator agresif secara
lisan dan / atau fisik kasar. Komunikasi agresif lahir rendah diri (sering
disebabkan oleh kekerasan fisik dan / atau emosional masa lalu), luka emosional
sembuh, dan perasaan ketidakberdayaan.
Komunikator
agresif sering akan:
- Mencoba untuk
mendominasi orang lain
- Menggunakan penghinaan untuk mengontrol orang lain
- Mengkritik, menyalahkan, atau orang lain serangan
- Menjadi sangat impulsif
- Memiliki toleransi frustrasi yang rendah
- Berbicara dengan suara keras, menuntut, dan sombong
- Bertindak mengancam dan kasar
- Tidak mendengarkan dengan baik
- Mengganggu sering
- Menggunakan "Anda" pernyataan
- Memiliki piercing kontak mata dan postur sombong
- Menggunakan penghinaan untuk mengontrol orang lain
- Mengkritik, menyalahkan, atau orang lain serangan
- Menjadi sangat impulsif
- Memiliki toleransi frustrasi yang rendah
- Berbicara dengan suara keras, menuntut, dan sombong
- Bertindak mengancam dan kasar
- Tidak mendengarkan dengan baik
- Mengganggu sering
- Menggunakan "Anda" pernyataan
- Memiliki piercing kontak mata dan postur sombong
Dampak dari
pola komunikasi agresif adalah bahwa orang-orang ini:
- Menjadi terasing
dari orang lain
- Mengasingkan orang lain
- Menghasilkan ketakutan dan kebencian pada orang lain
- Selalu menyalahkan orang lain bukannya memiliki masalah-masalah mereka, dan dengan demikian tidak dapat matang
- Mengasingkan orang lain
- Menghasilkan ketakutan dan kebencian pada orang lain
- Selalu menyalahkan orang lain bukannya memiliki masalah-masalah mereka, dan dengan demikian tidak dapat matang
Para
komunikator yang agresif akan mengatakan, percaya, atau berperilaku seperti:
- "Saya unggul
dan tepat dan Anda rendah dan salah."
- "Saya keras, bossy dan memaksa."
- "Saya bisa mendominasi dan mengintimidasi Anda."
- "Saya dapat melanggar hak-hak Anda."
- "Aku akan mendapatkan cara saya tidak peduli apa."
- "Kau tidak berarti apa-apa."
- "Ini semua salahmu."
- "Saya langsung bereaksi."
- "Saya berhak."
- "Kau berutang padaku."
- "Aku sudah memiliki Anda."
- "Saya keras, bossy dan memaksa."
- "Saya bisa mendominasi dan mengintimidasi Anda."
- "Saya dapat melanggar hak-hak Anda."
- "Aku akan mendapatkan cara saya tidak peduli apa."
- "Kau tidak berarti apa-apa."
- "Ini semua salahmu."
- "Saya langsung bereaksi."
- "Saya berhak."
- "Kau berutang padaku."
- "Aku sudah memiliki Anda."
3. PASIF-AGRESIF KOMUNIKASI adalah gaya di mana individu tampil pasif di
permukaan, tetapi benar-benar bertindak keluar kemarahan dengan cara yang
halus, tidak langsung, atau di belakang layar. Tawanan Perang (POW) sering
bertindak pasif-agresif cara untuk berurusan dengan kurangnya besar kekuasaan.
POW mungkin mencoba untuk diam-diam menyabotase penjara, mengolok-olok musuh,
atau diam-diam mengganggu sistem sambil tersenyum dan muncul kooperatif.
Orang yang
mengembangkan pola komunikasi yang pasif-agresif biasanya merasa tidak berdaya,
terjebak, dan marah - dengan kata lain, mereka merasa tidak mampu berhubungan
langsung dengan objek kebencian mereka. Sebaliknya, mereka mengekspresikan
kemarahan mereka dengan merusak benda halus (nyata atau imajiner) dari
kebencian mereka. Mereka tersenyum pada Anda ketika mengatur jebakan di sekitar
Anda.
Pasif-Agresif
komunikator akan sering:
- Bergumam kepada
diri mereka sendiri daripada menghadapi orang atau masalah
- Mengalami kesulitan mengakui kemarahan mereka
- Menggunakan ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan cara mereka merasa - yaitu, tersenyum saat marah
- Menggunakan sarkasme
- Menyangkal ada masalah
- Muncul kooperatif sementara sengaja melakukan hal-hal untuk mengganggu dan mengganggu
- Gunakan sabotase halus untuk mendapatkan bahkan
- Mengalami kesulitan mengakui kemarahan mereka
- Menggunakan ekspresi wajah yang tidak sesuai dengan cara mereka merasa - yaitu, tersenyum saat marah
- Menggunakan sarkasme
- Menyangkal ada masalah
- Muncul kooperatif sementara sengaja melakukan hal-hal untuk mengganggu dan mengganggu
- Gunakan sabotase halus untuk mendapatkan bahkan
Dampak dari
pola pasif-agresif komunikasi adalah bahwa orang-orang ini:
- Menjadi terasing
dari orang-orang di sekitar mereka
- Tetap terjebak dalam posisi tidak berdaya (seperti POW)
- Discharge kebencian sementara isu-isu riil tidak pernah ditangani sehingga mereka tidak dapat matang
- Tetap terjebak dalam posisi tidak berdaya (seperti POW)
- Discharge kebencian sementara isu-isu riil tidak pernah ditangani sehingga mereka tidak dapat matang
Komunikator
pasif-agresif akan
berkata, percaya, atau berperilaku seperti:
- "Aku lemah
dan kesal, jadi aku menyabotase, frustrasi, dan mengganggu."
- "Saya tidak berdaya untuk berurusan dengan Anda kepala pada jadi saya harus menggunakan perang gerilya."
- "Aku akan muncul kooperatif tapi aku tidak."
- "Saya tidak berdaya untuk berurusan dengan Anda kepala pada jadi saya harus menggunakan perang gerilya."
- "Aku akan muncul kooperatif tapi aku tidak."
4. KOMUNIKASI ASERTIF adalah gaya di mana individu dengan jelas
menyatakan pendapat dan perasaan mereka, dan dengan tegas membela hak-hak dan
kebutuhan mereka tanpa melanggar hak orang lain. Komunikasi asertif lahir dari
harga diri yang tinggi. Orang-orang ini menghargai diri mereka sendiri, waktu
mereka, dan emosional mereka, kebutuhan spiritual, dan fisik dan merupakan
pendukung kuat untuk diri mereka sendiri ketika sedang sangat menghormati
hak-hak orang lain.
Komunikator
asertif akan:
- State kebutuhan
dan keinginan jelas, tepat, dan hormat
- Mengungkapkan perasaan dengan jelas, tepat, dan hormat
- Menggunakan pernyataan "saya"
- Berkomunikasi menghormati orang lain
- Mendengarkan dengan baik tanpa mengganggu
- Merasa mengendalikan diri
- Memiliki kontak mata yang baik
- Berbicara dengan nada tenang dan jelas suara
- Memiliki postur tubuh yang santai
- Merasa terhubung dengan orang lain
- Merasa kompeten dan terkendali
- Tidak memungkinkan orang lain untuk menyalahgunakan atau memanipulasi mereka
- Berdiri untuk hak-hak mereka
- Mengungkapkan perasaan dengan jelas, tepat, dan hormat
- Menggunakan pernyataan "saya"
- Berkomunikasi menghormati orang lain
- Mendengarkan dengan baik tanpa mengganggu
- Merasa mengendalikan diri
- Memiliki kontak mata yang baik
- Berbicara dengan nada tenang dan jelas suara
- Memiliki postur tubuh yang santai
- Merasa terhubung dengan orang lain
- Merasa kompeten dan terkendali
- Tidak memungkinkan orang lain untuk menyalahgunakan atau memanipulasi mereka
- Berdiri untuk hak-hak mereka
Dampak dari
pola komunikasi asertif adalah bahwa orang-orang ini:
- Merasa terhubung
dengan orang lain
- Merasa mengendalikan hidup mereka
- Mampu untuk dewasa karena mereka menangani isu-isu dan masalah yang muncul
- Menciptakan lingkungan hormat bagi orang lain untuk tumbuh dan matang
- Merasa mengendalikan hidup mereka
- Mampu untuk dewasa karena mereka menangani isu-isu dan masalah yang muncul
- Menciptakan lingkungan hormat bagi orang lain untuk tumbuh dan matang
Komunikator
tegas akan mengatakan,
percaya, atau berperilaku dengan cara yang mengatakan:
- "Kami
sama-sama berhak untuk mengekspresikan diri hormat satu sama lain."
- "Saya yakin tentang siapa saya."
- "Saya menyadari bahwa saya memiliki pilihan dalam hidup saya dan saya mempertimbangkan pilihan saya."
- "Saya berbicara dengan jelas, jujur, dan to the point."
- "Saya tidak bisa mengendalikan orang lain tapi aku bisa mengendalikan diri."
- "Saya menempatkan prioritas tinggi pada memiliki hak-hak saya dihormati."
- "Saya bertanggung jawab untuk mendapatkan kebutuhan saya bertemu secara hormat."
- "Saya menghormati hak orang lain."
- "Tidak ada yang berutang apa pun kecuali mereka telah setuju untuk memberikannya kepada saya."
- "Saya 100% bertanggung jawab atas kebahagiaan saya sendiri."
- "Saya yakin tentang siapa saya."
- "Saya menyadari bahwa saya memiliki pilihan dalam hidup saya dan saya mempertimbangkan pilihan saya."
- "Saya berbicara dengan jelas, jujur, dan to the point."
- "Saya tidak bisa mengendalikan orang lain tapi aku bisa mengendalikan diri."
- "Saya menempatkan prioritas tinggi pada memiliki hak-hak saya dihormati."
- "Saya bertanggung jawab untuk mendapatkan kebutuhan saya bertemu secara hormat."
- "Saya menghormati hak orang lain."
- "Tidak ada yang berutang apa pun kecuali mereka telah setuju untuk memberikannya kepada saya."
- "Saya 100% bertanggung jawab atas kebahagiaan saya sendiri."
Ketegasan
memungkinkan kita untuk mengurus diri kita sendiri, dan merupakan dasar untuk kesehatan
mental yang baik dan hubungan yang sehat. Untuk topik terkait, lihat batas-batas yang
sehat . Jika Anda ingin
bantuan dalam belajar untuk menjadi lebih tegas, kemudian klik pada foto di
bawah ini untuk melihat apakah terapi online mungkin tepat untuk Anda.
OLEH
0 komentar:
Posting Komentar